"SKETSA HUKUM"
Sejak hukum ditradisikan untuk ditulis & dibukukan, sejak itu pula hukum ditakdirkan untuk dibaca dan ditelaah sehingga hukum merefleksikan dirinya pada kelahiran tradisi baru yaitu penafsiran hukum. Penafsiran hukum bukan berarti menemukan atau pula melahirkan norma hukum baru. Penafsiran hukum dimaksudkan sebagai media penalaran terhadap norma-norma hukum yang kabur, multi tafsir dan atau tidak memiliki makna hukum.
Sejak hukum ditradisikan untuk ditulis & dibukukan, sejak itu pula hukum ditakdirkan untuk dibaca dan ditelaah sehingga hukum merefleksikan dirinya pada kelahiran tradisi baru yaitu penafsiran hukum. Penafsiran hukum bukan berarti menemukan atau pula melahirkan norma hukum baru. Penafsiran hukum dimaksudkan sebagai media penalaran terhadap norma-norma hukum yang kabur, multi tafsir dan atau tidak memiliki makna hukum.
Click to set custom HTML
Analisa Singkat Tentang "Hak Milik Berfungsi Sosial"
Oleh : Drs. Sukirman Azis, SH.
Menurut
pasal 6 UUPA “Semua hak atas tanah
memiliki fungsi social”. Terkuat dan terpenuh dalam kandungan pengertian
hak milik merupakan hak mutlak tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat.
Ini dimaksudkan untuk membedakan dengan hak atas tanah lainnya. Akan tetapi di
dalam kemutlakan hak milik tersebut melekat sebuah ikatan hukum yang bersifat
umum dengan segala kepentingannya yang seimbang, yaitu fungsi sosial tanah.Baca Selengkapnya.
Ketika Jaman Meninggalkan Hukum
Oleh : Eva Achyani Zulfa
Pendahuluan
Problema penegakan hukum di Indonesia nampaknya mulai menghadapi kendala berkaitan dengan perkembangan masyarakat yang terjadi. Berbagai kasus mengambarkan sulitnya penegak hukum mencari cara agar hukum nampak sejalan dengan norma masyarakat. Tercatat kasus-kasus yang mengemuka disebabkan kasus-kasus tersebut merupakan jenis kejahatan dengan teknik dan modus operandi yang baru. Kasus-kasus seperti kasus Mustika Ratu yang merupakan kasus Cyber crime pertama yang disidangkan, banyak kalangan mengeluhkan lemahnya dakwaan jaksa yang hanya menggunakan pasal 382 bis KUHP dan Undang-Undang No.14 tahun 1997.[1] Mendahului kasus Mustika Ratu tersebut, kasus kasus pencurian uang milik bank BNI 1946 yang dilakukan dengan cara mentrasfernya melalui komputer (reg no.1852 K/Pid/1988). Selengkapnya di Rubrik Artikel.
Problema penegakan hukum di Indonesia nampaknya mulai menghadapi kendala berkaitan dengan perkembangan masyarakat yang terjadi. Berbagai kasus mengambarkan sulitnya penegak hukum mencari cara agar hukum nampak sejalan dengan norma masyarakat. Tercatat kasus-kasus yang mengemuka disebabkan kasus-kasus tersebut merupakan jenis kejahatan dengan teknik dan modus operandi yang baru. Kasus-kasus seperti kasus Mustika Ratu yang merupakan kasus Cyber crime pertama yang disidangkan, banyak kalangan mengeluhkan lemahnya dakwaan jaksa yang hanya menggunakan pasal 382 bis KUHP dan Undang-Undang No.14 tahun 1997.[1] Mendahului kasus Mustika Ratu tersebut, kasus kasus pencurian uang milik bank BNI 1946 yang dilakukan dengan cara mentrasfernya melalui komputer (reg no.1852 K/Pid/1988). Selengkapnya di Rubrik Artikel.
Google Search Indonesia
Google Translate
Berita Hukum terkini
Advokat RGS & Mitra
PERADI
BUKU TAMU
Terima Kasih Atas
Kunjungan Anda
Kunjungan Anda